Makalah pidana khusus (narkotika)

Edit Posted by with 1 comment
HAI All.....

Welcome to my blog, oh ya sebelumya jangan lupa ucap salam dulu.
ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Semoga dapat membantu teman-teman semua yang sedang mencari referensi makalah. Boleh kok copas, hahaha
sesama mahasiswi/a harus saling share ilmu kan :)

KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat, Karunia serta Taufik dan Hidayahnya jualah, kami mampu menyelsaikan makalah tentang “NARKOTIKA” yang menjadi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Khusus. Dan juga kami berterimakasih kepada Bapak. Husni Candra & Mujadid Islam, SH Selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada kelompok kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Politik Hukum Islam Dan Peradilan Agama” , Serta cakupan-cakupan yang terkandung didalamnya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap agar pembaca mampu memberikan kritik serta saran yang bersifat membangun, karena mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran yang membangun Semoga makalah ini dapat difahami bagi penulis dan pembacanya sendiri. Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Perkembangan kejahatan narkotika  pada saat ini telah menakutkan kehidupan masyarakat. Dibeberapa negara, termasuk Indonesia, telah berupaya untuk meningkatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada program pengurangan pasokan narkoba atau narkotika.
Narkotika ialah bahan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman (nabati dan kimiawi) yang dapat mempengaruhi akal, badan, penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan bagi yang mengonsumsinya. Hal ini dapat menyebabkan badannya menjadi meriang dan pemalas, lenyap kegigihannya, tertutup akalnya dan menjadikannya sebagai pecandu dan taidk dapat melepaskan diri darinya.
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya. Menurut ICD 10 (International Classification of Diseases), berbagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti intoksikasi akut, sindroma ketergantungan, sindroma putus obat, dan gangguan mental serta perilaku lainnya[1].
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika  tersebut.
Pengaturan narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di samping dapat dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya. Maka berdasarkan permasalahan tersebut perlu adanya sosialisasi mengenai dasar hukum pengaturan narkotika dan bagaimana cara penegakan hukumnya di Indonesia agar terbebas dari narkotika[2].

B.     Permasalahan
1.    Apa pengertian narkotika?
2.    Apa dasar hukum narkotika?
3.    Bagaimana perbedaan hukum formil dan materil undang-undang narkotika dengan kuhp?
4.    Bagaimana penegakan hukum narkotika di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui pengertian narkotika.
2.    Mengetahui dasar hukum narkotika.
3.    Mengetahui perbedaan hukum formil dan materil undang-undang narkotika dengan kuhp.
4.    Mengetahui penegakan hukum narkotika di Indonesia.












BAB II
PEMBAHASAN
                                         
A.  PENGERTIAN NARKOTIKA
Secara etimologi Narkotika (Psikotropika) dalam istilah bahasa arab disebut Mukhaddirat. Maknanya menunjukkan kepada sesuatu yang terselubung, kegelapan atau kelemahan. Mukaddirat dalam literatur bahasa Arab, dapatlah kita ketahui bahwa narkoba adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan rasa malas, lesu dan lemah pada tubuh akibat pemakaiannya. 
Secara literal Narkotika adalah sejenis tumbuh-tumbuhan atau bahan-bahan kimia yang dapat mempengaruhi fungsi akal dan anggota tubuh pemakainya. Tubuh si pemakai akan menjadi lemas dan lemah tidak bertenaga, aktifitas tubuhnya menjadi lumpuh, hilang ingatan seperti orang mabuk, hanya saja tidak menggelepar sebagaimana umumnya terjadi pada orang yang mabuk.
Menurut Istilah Kedokteran Yaitu sejenis obat-obatan bersifat natural maupun sintetis yang mengandung berbagai unsur kimia yang berfungsi sebagai penenang atau perangsang.
Dalam Tinjauan Ilmiah Yaitu sejenis obat-obatan dari bahan-bahan kimia yang dapat membangkitkan rasa kantuk atau membuat si pemakai tertidur dan membuatnya hilang kesadaran disertai hilangnya rasa sakit. Obat bius itu adalah istilah khusus bagi “narkotic” yang berasal dari bahasa latin, yaitu “narkosis” artinya ialah sesuatu yang membius atau yang menyebabkan pemakainya terbius[3].
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika didefinisikan sebagai obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan[4].
Kurniawan (2008) Narkoba ialah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.
Jackobus (2005) Narkoba ialah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Ghoodse (2002)Narkoba ialah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan, saat zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka akan terjadi satu atau lebih perubahan fungsi didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi dengan ketergantungan secara fisik dan psikis pada tubuh, sehingga jika zat tersebut dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara fisik dan psikis[5].
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan psikologi seseorang pikiran, perasaan, dan perilaku serta dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikologi. Narkotika adalah zat atau obat yang sangat penting untuk keperluan pengobatan, tetapi justru akan menimbulkan masalah yang besar apabila di salah gunakan.

B.  Dasar Hukum Penggunaan/ Penyalahgunaan Narkotika
1.    UUD RI Tahun pasal 5 ayat 1 & pasal.20
2.    Undang-Undang Nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang mengubahnya (LN 1976/36; TLN NO.3085)
3.    Undang-Undang Nomor 7 tahun 1997 tentang pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Subtances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN NO. 3673)
4.    Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
Pengedar Narkotika
1)   Pasal 78 ayat 1 (a) dan 1 (b)
Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
2)   Pasal 80 ayat 1(a)
Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah).
3)   Pasal 81 ayat 1 (a)
Membawa,mengirim,mengangkut,atau mentransito narkotika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling lamal 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,­(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
4)   Pasal 82 ayat 1 (a)
Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1,000.000.000,- (satu milyar rupiah).
5)   Pasal 84 ayat 1 (a)
Memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain. dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,­ (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pengguna Narkotika
1)   Pasal 85 ayat 1 (a)
Menggunakan narkotika golongan I bagi dirinya sendiri,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
2)   Pasal 86 ayat 1 (a)
Orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
3)   Pasal 88 ayat 1 (a)
Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
4)   Pasal 88 ayat 2
Keluarga pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
5)   Pasal 92
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana nakotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

5.    Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pembentukan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 bertujuan:
1)      Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2)      Bahaya yang ditimbulkan oleh narkotika, narkoba merupakan obat-obatan yang menyebabkan kecanduan adalah gangguan dalam otak sehingga menyebabkan pengulangan prilaku;
3)      Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
4)      Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
5)      Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika[6].
Pengedar Narkoba dan Penyimpan Narkoba
1)   Pasal 111
Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkoba Golongan I bentuk tanaman : Penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, denda minimal Rp 800.000.000,00/ maksimal Rp 8.000.000.000,00; Beratnya melebihi 1 Kg atau 5 batang pohon :
Pidana penjara seumur hidup atau minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.
2)   Pasal 112
Memiliki menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkoba Golongan I bentuk tanaman : Penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, denda minimal Rp 800.000.000,00/ maksimal Rp 8.000.000.000,00; Beratnya melebihi 5 gram :
Pidana penjara seumur hidup atau minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.

3)    Pasal 113
Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Gol I : Penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, denda minimal Rp 1.000.000.000,00/ maksimal Rp 10.000.000.000,00;  Tanaman > 1 kg / 5 batang atau bukan tanaman lebih 5 gram :
Pidana MATI, penjara seumur hidup atau minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.
4)   Pasal 114
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Gol I :
Penjara minimal 5 tahun, maksimal 20 tahun, denda minimal Rp 1.000.000.000,00/ maksimal Rp 10.000.000.000,00;  Tanaman > 1 kg / 5 batang atau bukan tanaman lebih 5 gram :  Pidana MATI, penjara seumur hidup atau minimal 6 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.
5)   Pasal 115
Mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Gol I : Penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, denda minimal Rp 800.000.000,00/ maksimal Rp 8.000.000.000,00; Tanaman > 1 kg / 5 batang atau bukan tanaman lebih 5 gram : Pidana penjara seumur hidup atau minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.
Pengguna Narkoba
1)   Pasal 116
Menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain : Penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, denda minimal Rp 1.000.000.000,00/ maksimal Rp 10.000.000.000,00;  Mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen : Pidana MATI penjara seumur hidup atau minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3; Golongan II :  Pidana MATI seumur hidup atau penjara minimal 5 tahun / maksimal 20 tahun, denda maksimal pada ayat (1) ditambah 1/3.
2)   Pasal 127
Penyalahgunaan Narkotika bagi diri sendiri :  Golongan I maksimal 4 tahun; Golongan II maksimal 2 tahun; Golongan III maksimal 1 tahun; Terbukti sebagai korban wajib REHABILITASI
3)   Pasal 128
Orang tua / wali pecandu belum cukup umur dan sengaja tidak melapor : Kurungan maksimal 6 bulan / denda maksimal 1.000.000,00; Bila dilaporkan tidak dipidana;  Pecandu yang sedang menjalani Rehabilitasi medis 2 kali tidak dipidana.
4)   Pasal 129 ( PREKURSOR)
Dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 5.000.0000.000,00 yang tanpa hak atau melawan hukum : 
a)    Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
b)   Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
c)    Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika[7].

C.  Perbedaan Hukum Formil Dan Materil Dalam Undang-Undang Narkotika Dengan Kuhp
1.    Perbedaan Hukum Materil Dalam Undang-Undang Narkotika Dengan KUHP
Hukum materil dalam Undang-undang Narkotika dibandingkan dengan KUHP.
a. Undang-undang Narkotika Bersifat Elastis.
Artinya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam undang-undang narkotika dapat dengan mudah untuk dirubah apabila terdapat penyimpangan atau untuk mengatur hal-hal yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang tersebut, karena undang-undang tersebut hanya mengatur tentang satu hal yaitu tentang narkotika. Misalnya undang-undang No. 22 Tahun 1997 yang dirubah dengan undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika[8]. Sedangkan KUHP tidak bersifat elastic karena ketentuan-ketentuan yang terdapat didalamnya tidak hanya mengatur mengenai satu hal melainkan banyak hal[9].
b. Pengaturan Tersendiri Tindak Pidana Kejahatan dan Pelanggaran.
Dalam undang-undang narkotika hanya mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap narkotika saja. Apabila terjadi pelanggaran ketentuan mengenai penyimpangan, maka hukumannya diatur sendiri, seperti dalam pasal 14 ayat (2) UU ini mengenai sanksi adminisratif berupa:
1) Teguran
2) Peringatan
3) Denda adminisratif
4) Penghentian sementara kegiatan
5) Pencabutan izin
c. Percobaan dan Membantu Melakukan Tindak Pidana Diancam Dengan Hukuman.
Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana diatur dalam undang-undang narkotika tersebut dengan pidana penjara yang sama dengan orang melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang narkotika ini, misalnya percobaan untuk menyediakan narkotika golongan 1,dipidana dengan pidana penjara paling singkat4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00(delapan miliar rupiah)[10]. Sedangkan dalam KUHP, hukuman terhadap orang yang melakukan percobaan adalah maksimum hukuman utama yang diadakan bagi kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya, dalam hal percobaan[11].
d. Perluasan Berlakunya Asas Teritorial (ekstera teritorial).
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Hal tersebut diatur dalam pasal 63 UU No.35 Tahun 2009. Sedangkan KUHP tidak bersifat ekstra teritorial karena KUHP hanya berlaku diwilayah Negara Indonesia.
e. Mempunyai Sifat Terbuka.
Maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan tindak pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU lain itu menetukan menjadi tindak pidana. Artinya tindak pidana dalam UU lain dapat dijadikan tindak pidana dalam UU Narkotika apabila perbuatan pidana tersebut berkaitan dengan kejahatan narkotika. Sedangkan balam KUHP tidak bisa.
f. Hukuman-hukuman Dalam UU Narkotika.
Dalam undang-undang narkotika terdapat hukuman mati, hukum penjara, hukuman denda. Selain itu terdapat sanksi adminisratif seperti teguran, peringatan, denda adminisratif, penghentian sementara kegiatan dan pecambutan izin serta hukuman tambahan yang diatur dalam pasal 130 ayat (2) UU Narkotika, berupa:
a) pencabutan izin usaha; dan/atau
b) pencabutan status badan hukum.
Sedangkan dalam KUHP hukumannya beruap:
a) Hukuman pokok yaitu hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda.
b) Hukuman Tambahan yaitu Pencabutan beberapa hak yang tertentu, Perampasan barang yang tertentu, Pengumuman keputusan hakim.
g. Penggunaan Pidana Minimal
Penggunaan pidana minimal dalam undang-undang narkotika memberikan asumsi bahwa undang-undang tersebut diberlakukan untuk menjerat pihak-pihak yang melakukan kejahatan dan pelanggaran terhadap narkotika. Misalnya pidana minimal yang terdapat dalam pasal 113 ayat (1) UU No.35 tahun 2009, sedangkan dalam KUHP tidak mengenal pidana minimal, yang ada hanya pidana maksimal, seperti dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian.
h. Hukuman Bersifat Komulatif.
Hukuman yang terdapat dalam UU no.35 Tahun 2009 tentang Narkotika bersifat komulatif, artinya orang yang tertangkap melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadap narkotika akan dihukum dengan hukuman pidana hukuman denda. Jadi orang tersebut harus memenuhi kedua hukuman tersebut, tidak boleh memilih salah satu. Sedangkan dalam KUHP, hukumannya bersifat alternatif, artinya terhadap suatu tindak pidana hukumannya adalah hukuman penjara dan/atau hukuman denda. Artinya pihak yang melakukan kejahatan atau pelanggaran dapat memilih sendiri hukumannya baik itu hukuman penjara atau denda (subside).
i.  Azas-azas Berlakunya Tindak Pidana
Undang-undang tentang Narkotika diselenggarakan berdasarkan beberapa azas yang diatur dalam pasal 3 UU No.35 Tahun 2009 yaitu:
a) Keadilan.
b) Pengayoman.
c) Kemanusiaan.
d) Ketertiban.
e) Perlindungan.
f) Keamanan.
g) Nilai-nilai ilmiah.
h) Kepastian hukum.
Sedangkan KUHP diselenggarakan berdasarkan azas:
a) Azas legalitas.           
b) Azas territorial.
c) Azas tidak berlaku surut ( retro aktif).
d) Azas nasionalitas, terdiri dari nasionalitas aktif dan pasif.
j.Tidak Dikenal Adanya Delik Culpa.
Dalam undang-undang narkotika ini tidak mengenal adanya delik culpa atau ketidak sengajaan. Hal tersebut nampak dari kata “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum”. Yang artinya siapa saja dapat dipidana tanpa melihat apakah dia melakukan perbuatan tersebut dengan tidak sengaja. Sedangkan dalam KUHP terdapat delik culpa, dimana terhadap orang yang melakukan delik tersebut masih dipertimbangkan, seperti dalam pasal 359 KUHP.

2.    Perbedaan Hukum Formil Dalam Undang-Undang Narkotika Dengan KUHP
Hukum formil dalam Undang-undang Narkotika dibandingkan dengan KUHAP.
a.    Penyelidikan dan Tugas/Wewenang BNN.
Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kewenangan penyelidikan diberikan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN). Selain itu BNN juga wewenang yang cukup besar antara lain termasuk:
a)      Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
b)      Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
c)      Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
d)     Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Sedangkan dalam KUHAP kewenangan penyelidikan dilakukan oleh setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Yang kewenangannya antara lain
a)      Mencari keterangan dan barang bukti.
b)      Menerima laporan atau pengaduan dan seorang tentang adanya tindak pidana.
c)     Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
d)   Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
e)    Pemeriksaan dan penyitaan surat.
f)    Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
g)    Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan
h)   Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
b.    Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan.
Dalam pasal 73 disebutkan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan si sidang pengadilan dilakukan oleh BNN. Penyidikan yang dilakukan oleh BNN adalah seperti melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. Namun disamping itu penyidik pegawai negeri sipil juga berkoordinasi dengan penyidik BNN. Sedangkan dalam KUHAP, wewenang penyidikan hanya dilakukan oleh pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
c.  Melakukan Penyadapan.
Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya. Hal tersebut diatur dalam pasal 1 ayat(19) UU Narkotika. Selain itu, melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup. Hal tersebut juga merupakan kewenangan dari BNN. Sedangkan dalam KUHAP tidak ada pengaturan untuk melakukan penyadapan.
d. Berlaku Pembuktian Terbalik
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa. Hal tersebut diatur dalam pasal 97 UU No.35 Tahun 2009. Selain itu, hakim juga dapat meminta kepada terdakwa untuk membuktikan bahwa harta yang diperolehnya bukan dari hasil narkotika. Sedangkan dalam KUHAP tidak mengenal pembuktian terbalik.
e. Didahulukan Dari Perkara Pidana Biasa
Apabila terdapat dua buah perkara yang diajukan ke pengadilan, dimana salah satunya merupakan perkara pidana khusus, maka perkara tersebutlah yang lebih didahulukan penyelesaiannya dibandingkan dengan perkara biasa. Hal tersebut diatur dalam pasal 74 ayat(1) UU Narkotika.  Sedangkan  dalam KUHAP tidak diatur mengenai perkara khusus atau umum. Semua perkara yang ditangani bersifat umum. Jadi tidak ada yang lebih diutamakan.
f. Alat bukti
Dalam undang-undang narkotika juga diatur mengenai alat bukti lain selain yang terdapat dalam hukum acara pidana, yaitu berupa:
a) informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b) data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. tulisan, suara, dan/atau gambar;
2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau
3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki    makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat (1 dan 2) UU No. 35 Tahun2009 tentang Narkotika.
Sedangkan dalam KUHAP sebagaimana disebutkan dalam pasal 187, alat bukti hanya berupa:
a)  Keterangan saksi.
b)  Keterangan ahli.
c)  Surat.
d)  Petunjuk
e)  Keterangan terdakwa[12].

D.  Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika di Indonesia
1. Penegakan hukum tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi dengan upaya represif 
Upaya represif adalah sebagai bentuk dari penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi. Penegakan hukum dilakukan secara represif oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan sanksi oleh pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Represif sebagai upaya penegakan hukum terhadap gangguan nyata atau ancaman faktual berupa penindakan, pemberantasan, penumpasan sasudah kejahatan terjadi atau pelanggaran hukumyang bertujuan untuk memberikan contoh social learning dan menimbulkan efek deterence agar dapat mengantisipasi para pelaku mengulangi perbuatannya. 
Penegak hukum yang diharapkan masyarakat tentunya mampu melakukan perlindungan dan penegakan hukum secara tegas dan proporsional. Menurut Rizky Pujianto menjelaskan bahwa penegakan hukum pidana khususnya pada tindak pidana narkotika maka upaya penal yang digunakan dengan menitik beratkan pada sifat represif yaitu dengan cara pemberantasan dan penumpasan.karna dalam tindak pidana narkotika ini kita perlu melakukan upaya pemberantasan dan penumpasan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak menutup kemungkinan apabila ada anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana narkotika akan tetap diproses sesuai hukum.
Berdasarkan analisis bahwa penegakan hukum tindak pidana narkotika dilakukan dengan upaya penal, jika upaya non penal sudah tidak dapat dilakukan lagi. Upaya penal merupakan upaya yang bersifat reprensif yaitu dengan cara pemebrantasan dan penumpasan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh oknum polisi bernama Brigadir AA yang bertugas di satuan Shabhara Polresta Bandar Lampung jelas tidak dibenarkan, karena tidak sesuai fungsi kepolisian menurut Pasal 13 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara. 
Menurut Rizky Pujianto menjelaskan Polisi yang melakukan tindak pidana ataupun pelanggaran kode etik akan tetap diproses secara hukum, dan apabila ada anggota polisi yang terlibat tindak pidana narkotika akan tetap dilakukan sanksi pidana  dan sanksi disiplin baginya. Anggota Polri yang disangka melakukan tindak pidana narkotika akan diselasaikan melalui mekanisme sidang disiplin, dan selanjutnya akan akan dilimpahkan kepada fungsi Reserse untuk dilakukannya proses penyidikan. Dalam proses penyidikan ini anggota Polri yang melakukan tindak pidana narkotika tersebut ditempatkan dalam ruang tahanan terpisah dengan tahanan lainya, yaitu tempat khusus untuk anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Tersangka yang merupakan anggota polri dapat diberhetikan sementara dari jabatan dinas Polri selama proses penyidikan, agar dapat dilakukan penyidikan secara langsung.
Berdasarkan analisis bahwa anggota polisi yang melakukan tindak pidana  narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia. Penjatuhan sanksi disiplin dan kode etik bagi anggota Polri tidak menghentikan proses pradilan umum. Proses penyidikan tetap dilaksanakan oleh fungsi Reserse sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. walaupun anggota Polisi merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan proses penyidikan perkaranya dengan warga negara lainya karena selain tunduk pada peraturan perundang-undangan, anggota polri juga terikat pada aturan disiplin dan kode etik. 
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi dilakukan melalui pendekatan penal dengan cara upaya hukum yang menitik beratkan pada tindakan yang bersifat reprensif yaitu tindakan pemberantasan dan penumpasan untuk mengatasi tindak pidana narkotika. Upaya penal merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana narkotika dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya.  
Tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh polisi. Mengenai penegakan hukum pidana sebenarnya tidak hanya bagaimana cara membuat hukum itu sendiri, melainkan juga mengenai apa yang harus dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah dalam penegakan hukum, mengenai tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anggota polisi tersebut maka dapat dilakukan upaya respresif. Karna perbuatan yang dilakukan oleh anggota polisi tersebut bertentangan dengan hukum. penegakan hukum dapat digunakan dalam rangka penyerasian nilai-nilai atau norma-norma yang ada pada masyarakat. 
Menurut Mulyani berpendapat bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi dapat menggunakan upaya reprensif dengan penjatuhan pidana. Lembaga pemasyarakatan narkotika tempat pembinaan khusus bagi narapidana narkotika yang sudah dijatuhi vonis oleh hakim. Didalam lembaga pemasyarakatan ini narapidana narkotika akan diberikan bimbingan, terapi dan rehabilitasi serta melakukan bimbingan sosial kerohanian. didalam lembaga pemasyarakatan tidak ada keistimewaan terhadap narapidana karna warga binaan pemasyarakatan merupakan masyarakat dan makhluk tuhan yang maha esa. Pembinaan narapidana anggota Polri dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Walaupun terpidana merupakan anggota polisi maka tidak ada pemisahan khusus.
Berdasarkan paparan diatas bahwa penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi secara represif  adalah menggunakan upaya hukum yakni pelaku tindak pidana narkotika harus diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Penjatuhan sanksi pidana terhadap Polisi yang melakukan tindak pidana narkotika akan diadili dalam lingkungan peradila umum. penjatuhan saksi disiplin akan dilaksanakan dalam sidang kode etik. Pemeriksaan disiplin polri akan di tanggani oleh Kabid Propam sub bidang Provos, selajutnya penjatuhan sanksi dilaksanakan oleh Ankum yang berwenang. Penjatuhan sanksi disiplin tidak akan menghapuskan sanksi pidana. Selama proses penyidika anggota Polri tersebut diberhentikan dari jabatan dinas untuk sementara. Selama penyidika anggota Polri tersebut ditempatkan dalam ruang tahanan khusus bagi anggota Polri. Penuntutan terdakwa anggota polri dilakukan oleh Penuntut umum. Pembinaan narapidana anggota Polri dilakukan di lembaga pemasyarakatan narkotika. Di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut tidak ada ruangan khusus bagi anggota Polri. 
2. Penegakan hukum tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi dengan upaya preventif
Penegakan hukum dengan upaya non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/ penangkalan/ penegndalian) sebelum kejahatan terjadi. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah faktorfaktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.
Menurut Rizky Pujianto menjelaskan upaya non penal merupakan upaya yang dilakukan oleh polri untuk menanggulangi dan memberantas narkotika. Upaya yang biasa dilakukan dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara sosialisasi, penyuluhan tentang bahaya narkotika dan dampak dari penyalah gunaan narkotika. Tidak hanya masyarakat dalam instansi polri juga tetap diberi sosialisasi dan penyuluhan tentang narkotika. Selain itu polri juga berkerja sama dengan masyarakat untuk melakukan kampaye anti narkoba. 
Berdasarkan analisis bahwa penanggulangan dengan menggunakan upaya non penal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dala menanggulangi tindak pidana narkotika adalah dengan cara sosialisasi, penyuluhan tentang bahaya narkotika dan dampak dari penyalahgunaan narkotika itu. Tidak hanya masyarakat  saja yang para penegak hukum juga harus mengetahui bahaya dan hukum narkotika agar tidak masuk dalam tindak pidana narkotika. Dalam hal ini tidak hanya penegak hukum saja masyarakat juga harus berperan aktif dalam memberantas narkotika. 
Mulyani menambahkan, bahwa penanggulangan dengan upaya non penal bukan hanya dilakukan oleh para penegak hukum saja tetapi masyarakat juga berperan aktif membantu dan mendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika. Karna perlu adanya kerja sama antara penegak hukum dan masyarakat untuk mengurangi penyalahgunaan narkotika.
Berdasarkan analisis bahwa penanggulangan dengan cara non penal bukan hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum saja tetapi juga masyarakat juga berperan aktif membantu dan mendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika. Perlu adanya kerja sama antara masyarakat dengan penegak hukum. melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan tentang dampak dan bahaya narkotika, tidak hanya masyarakat aparat penegak hukum juga hrus mengikutinya agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika. 
Berdasarkan paparan diatas bahwa penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan polisi secara preventif adalah dengan cara melakukan sosialisasi, penyuluhan tentang bahaya narkotika dan dampak dari penyalahgunaan narkotika. Selain itu Polri bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan kampanye anti narkoba. Karna perlu adanya keja sama antara penegak hukum dengan masyarakat untuk mengguranggi penyalagunaan narkotika[13].  





BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No. 35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti  morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.

B.  Saran
Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA merupakan tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak kepolisian ataupun pemerintah saja. Namun, seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang telah diamanatkan dalam pelbagai perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Pandangan Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa, mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba juga termasuk dalam kategori yang diharamkan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia
Mardani. 2007. Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:Rajawali Pers.
Rahmah & Amiruddin Pabbu. 2015. Kapita Seleketa Hukum Pidana. Jakarta: Mitra Wicana Media.
Sudiro, Mashuri. 2000. Islam Melawan Narkoba. Yogyakarta: Pustaka Hikmah.
Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta:Rajawali Pers.
Supramono, Gatot. 2004 Edisi Revisi. “Hukum Narkoba Indonesia”. Jakarta: Djambatan 
Taufik, Makarao. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
file:///C:/Users/YAKUSA/Downloads/758-2337-1-PB%20(1).pdf



[1]Mardani, Penyalahgunaan Narkoba,  (Jakarta:Rajawali Pers. 2007), hal. 36
                                                                                                                        
[2]Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika. (Jakarta:Rajawali Pers, 2004), hal. 12

[3]Mashuri Sudiro, Islam Melawan Narkoba, (Yogyakarta: Pustaka Hikmah, 2000), hal. 13-15
[4] A. Rahmah & Amiruddin Pabbu,  Kapita Seleketa Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra Wicana Media, 2015), hal. 157
[5]Makarao taufik, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003),  hal. 20-24

[6]A. Rahmah & Amiruddin Pabbu,  Kapita Seleketa Hukum Pidana,  hal. 157-158
[7] Gatot Supramono,  “Hukum Narkoba Indonesia”,  (Jakarta: Djambatan ,Edisi Revisi, 2004), hal. 75-79
[8] Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
[9] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia
[10] Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
[11]Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia
[12] Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia
[13] file:///C:/Users/YAKUSA/Downloads/758-2337-1-PB%20(1).pdf

1 komentar:

  1. Did you realize there's a 12 word phrase you can tell your partner... that will induce intense feelings of love and impulsive attractiveness for you deep within his chest?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, cherish and look after you with all his heart...

    12 Words Who Fuel A Man's Love Impulse

    This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will drive him to try better than ever before to make your relationship the best part of both of your lives.

    Matter-of-fact, triggering this dominant instinct is so mandatory to getting the best ever relationship with your man that the instance you send your man a "Secret Signal"...

    ...You'll immediately find him open his soul and mind for you in such a way he haven't expressed before and he'll recognize you as the only woman in the world who has ever truly tempted him.

    BalasHapus