CONTOH PENGUJIAN PER Undang Undangan

Edit Posted by with No comments


MK                  : Teknik Pengujian Per UU an



CONTOH PERMOHONAN PENGUJIAN PER UU


Kepada Yang Terhormat,
Ketua Mahkamah Konstitusi RI
 Di
Jakarta

Perihal Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perkenankan kami :
N a m a                                    :  Aan Febriyanto, S.H.
Tempat, tanggal lahir               : Kudus, 19 Februari 1994
Pekerjaan                                 : Wiraswasta
Agama                                     : Islam
Kewarganegaraan                    : Indonesia
Tempat tinggal                        : Jl. Permai 13 No. 6 Kudus Permai, Kudus

Yang dalam hal ini dikuasakan kepada M. Agus Prasetiyo, S.H. M.H., advokat dari BAKOBAKUM Universitas Muria Kudus, yang memilih domisili di Kudus, Jalan Gondang Manis PO BOX 53 Telp : (0291) 431515 Email : fhfakultashukum@gmail.com. Selanjutnya disebut sebagai----------------------------------- PEMOHON
Dengan ini mengajukan permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Bukti P-1).
Adapun alasan-alasan diajukannya permohonan ini adalah sebagai berikut :

       I.            Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronikdalam Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan :
“Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi   tidak terbatas   pada  tulisan,suara,gambar, peta,rancangan, foto, electronic   data   interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,telecopy  atau  sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Menurut Luciano Floridi (Bukti P-2), Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan.
Bahwa dari pengertian yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa, Informasi (khususnya informasi elektronik) pada dasarnya adalah untuk mensejahtarekan masyarakat yang ada dalam negara. Karena Informasi dan teknologi adalah bersifat universal, dan bisa dimiliki oleh siapapun.
Akan tetapi, muncul permasalahan, salah satunya adalah tindakan penyadapan, yaitu suatu tindakan mendapatkan akses informasi yang mengalir sepanjang kawat atau jenis lain dari konduktor yang digunakan dalam komunikasi. Tujuan dari penyadapan adalah untuk mendapatkan akses tidak sah ke informasi tanpa terdeteksi. Mengenai penyadapan atau tindakan intersepsi lainnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 31 ayat (4). Dalam Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2) menyatakan :
Pasal 31 ayat (1) dan ayat 2 :
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak   atau melawan hukum  melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik  dan/atau Dokumen   Elektronik dalam suatuKomputer dan/atauSistem Elektronik tertentumilik Oranglain.
2.      Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan intersepsi   atas transmisi Informasi Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik   Orang   lain,   baik   yang   tidak   menyebabkan   perubahan   apa   pun maupun   yang menyebabkan   adanya   perubahan, penghilangan, dan/atau  penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

Namun dalam Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan :
Pasal 31 ayat (3) :
“Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud  pada  ayat   (1)   dan  ayat   (2),   intersepsi  yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atauinstitusi penegak hukum lainnyayang ditetapkan berdasarkan undang-undang.”
Pasal 31 ayat (4) :
“Ketentuan lebih  lanjut  mengenai  tata  cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Sehingga, bisa disimpulkan bahwa Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2), karena perbuatan penyadapan jelas dilarang dalam pasal tersebut (bukti P-3). Bahwa hal tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945 yang terdapat pada :
Pasal 28 F Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (bukti P-4) yang menyatakan :
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Dan menurut Pasal 28 C ayat (1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyatakan :
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Bahwa dengan adanya pasal dalam kedua undang-undang tersebut merugikan bagi Wiraswasta dalam bidang informasi (khususnya informasi dalam bentuk elektronik). Artinya dalam pasal ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh penegak hukum dalam pencarian informasi yang dimaksud. Sehingga pasal tersebut bertentangan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 C ayat (1), yaitu untuk mengembangkan potensi teknologi untuk kesejahteran, karena harus takut akan penyadapan yang dapat dilakukan oleh penegak hukum. Terlebih lagi dalam proses penyadapan tidak perlu adanya formalitas dalam pelaksanaannya. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya serangan terhadap hak atas privasi yang dilakukan secara sewenang - wenang (illegal invasion of privacy).
Padahal, di dalam Pasal 17 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik 1976, sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 yang menyatakan :
“Tidak boleh seorang pun yang dengan sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampurtangani perihal kepribadiannya, keluaraganya, rumah tangganya atau surat menyuratnya,demikian pula tidak boleh dicemati kehormatannya dan nama baiknya secara tidak sah"
Bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyadapan merupakan tindakan yang ilegal dan terlarang, namun diingkari dalam Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4), pertentangan dalam Undang-Undang ini jelas menimbulkan ke-ambigu-an atau kerancuan. Dan hal ini bertentangan dengan :
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukumyang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
Pasal 28 J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
Pasal 28 H (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun



                                           

    II.            Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan :
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilanyang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Bahwa selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yangputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutussengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu”.

Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, maka Mahkamah Konstitusi mempunyai hak ataukewenangannya untuk melakukan pengujian undang-undang (UU) terhadap UUD yang juga didasarkan pada Pasal 10 (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan AtasUU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yangputusannya bersifat final untuk :
menguji undang-undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945”.
Bahwa kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945 mencakup pengujian prosespembentukan undang-undang (Uji Formil) dan pengujian materi undang-undang (Uji Materiil), yang didasarkan pada Pasal 51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan:
Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a)        pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b)        materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggapbertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Bahwa yang menjadi objek pengajuan permohonan uji materiil ini adalah Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bahwa berdasarkan ketentuan hukum di atas, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus Permohonan uji materiil ini.

 III.            Kedudukan Hukum dan Kepentingan Konstitusional Pemohon
  1. Bahwa pengakuan hak setiap warga negara Indonesia untuk mengajukan permohonanpengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 merupakan salah satu indikator perkembangan ketatanegaraan yang positif yangmerefleksikan adanya kemajuan bagi penguatan prinsip-prinsip Negara Hukum.
  2. Melihat pernyataan tersebut maka Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, berfungsiantara lain sebagai “guardian” dari “constitutional rights” setiap warga Negara RepublikIndonesia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan badan yudisial yangmenjaga hak asasi manusia sebagai hak konstitusional dan hak hukum setiap warga Negara. Dengan kesadaran inilah PEMOHON kemudian, memutuskan untuk mengajukan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. yang bertentangan dengansemangat dan jiwa serta pasal-pasal yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.
  3. Bahwa Pasal 51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan:
Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
(a)   perorangan WNI,
(b)   kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undangundang,
(c)    badan hukum publik dan privat, atau
(d)    lembaga negara.”
  1. Bahwa PEMOHON  adalah pengusaha rokok yang sangat berkaitan erat dengan penggunaan informasi sebgai mata pencaharian.
  2. Bahwa PEMOHON merupakan individu Warga Negara Republik Indonesia merupakan warga masyarakat pengguna teknologi. Sehingga dapat dipandang memiliki kepentingan sesuai Pasal 51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  3. Bahwa pembentukan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut telah mengakibatkan kerugian konstitusional para pemohon dan berpotensi dilanggarnya hak konstitusionalnya.
  4. Bahwa berdasarkan uraian di atas, jelas PEMOHON sudah memenuhi kualitas maupun kapasitas baik sebagai PEMOHON “Perorangan Warga Negara Indonesia” dalam rangka pengujian materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Karenanya, jelas pulaPEMOHON memiliki hak dan kepentingan hukum mewakili kepentingan publik untuk mengajukan permohonan menguji secara materiil Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.



   IV.          Alasan-alasan Hukum
1.      Bahwa Pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum
2.      Dan menurut Pasal 28 C ayat (1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyatakan Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
3.      Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakanSetiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
4.       Pasal 28 F Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (bukti P-4) yang menyatakanSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
5.      Pasal 28 J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakanSetiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.      Pasal 28 H (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 meyatakan Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun
7.      UU No. 12 Tahun 2005 yang menyatakan Tidak boleh seorang pun yang dengan sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampurtangani perihal kepribadiannya, keluaraganya, rumah tangganya atau surat menyuratnya,demikian pula tidak boleh dicemati kehormatannya dan nama baiknya secara tidak sah
8.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi   tidak terbatas   pada  tulisan,suara,gambar, peta,rancangan, foto, electronic   data   interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,telecopy  atau  sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
9.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 31 ayat (4), menyatakan :
                      i.            Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak   atau melawan hukum  melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik  dan/atau Dokumen   Elektronik dalam suatuKomputer dan/atauSistem Elektronik tertentumilik Oranglain.
                    ii.            Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan intersepsi   atas transmisi Informasi Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik   Orang   lain,   baik   yang   tidak   menyebabkan   perubahan   apa   pun maupun   yang menyebabkan   adanya   perubahan, penghilangan, dan/atau  penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
                  iii.            Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud  pada  ayat   (1)   dan  ayat   (2),   intersepsi  yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atauinstitusi penegak hukum lainnyayang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
                  iv.            Ketentuan lebih  lanjut  mengenai  tata  cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    V.            PETITUM
Berdasarkan uraian-uraian di atas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan Pengujian secara materiil  Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagai berikut :
1.      Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang pemohon;
2.      Menyatakan Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945, khususnya Pasal 28 F, dan  Pasal 28 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945;
3.      Menyatakan Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
4.      Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan diucapkan



Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon





M. Agus Prasetiyo, S.H. M.H

0 komentar:

Posting Komentar