STUDY TOKOH IMAM SYAFI’I
PIDANA HUKUM ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Study tokoh Imam Mazhab ”
ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Gibtiah selaku Dosen mata kuliah Penghantar Perbandingan Mazhab, yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai, Asal Usul Imam Syafi’i dan Nasabnya, Guru dan
Murid Imam Syafi’i, Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i,
dll.
Kami juga menyadari sepenuhnya,
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Kami sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Penghantar Perbandingan Mazhab dengan
judul " Study tokoh Imam Mazhab ". Disamping itu, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini berlangsung, sehingga terealisasikan lah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran
terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.
Palembang,
19 Mei
2017
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Imam empat
serangkai adalah imam-imam mazhab fikih dalam islam. Mereka imam-imam bagi
mazhab empat yang berkembang dalam islam. Mereka terkenal sampai kepada seluruh
umat di zaman yang silam dan sampai sekarang. Mereka itu adalah :
1. Abu Hanifah
Annu’man
2. Malik Bin
Anas
3. Muhammad
Idris Asy-syafi’i
4. Ahmad Bin
Muhammad Bin Hambal
Peninggalan
mereka merupakan amalan ilmu fikih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan
bagi agama islam dan kaum muslimin umumnya.Karena kesuburan dan kemasyhurannya
dalam ilmu fikih di samping usaha mereka yang bermacam-macam terhadap agama
islam nama-nama mereka sangat dikenal pada zaman kejayaannya islam. Mereka
bekerja keras untuk menjaga dan menyuburkan ajaran-ajaran islam kepada seluruh
umat lebih-lebih dalam ilmu fikih sejak terbitnya nur islam.
Namun pada
makalah ini akan dibahas lebih spesifik tentang biografi muhammad idris syafi’i
atau lebih dikenal dengan imam syafi’i. Imam syafi’i adalah imam yang ketiga
menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadist
dan pembaharu dalam agama (mujaddid) dalam abad kedua hijrah.
B. Rumusan Masalah
1. Dimana
imam syafi’i dilahirkan ?
2. Kemana
sajakah imam syafi’i pergi mencari ilmu ?
3. Bagaimana
cara imam syafi’i mengeluarkan istinbath ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI SINGKAT IMAM SYAFI’I
1.
Asal Usul Imam Syafi’i Dan Nasabnya
Nama lengkap
dari Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin
Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin
‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, abu
‘Abdillah al-Qurasyi Asy-Syafi’i al-Maliki, keluarga dekat rasulullah dan putra
pamannya.[1]
Al-Muthalib
adalah saudara Hasyim, ayah dari ‘Abdul Muthalib. Kakek Rasulullah SAW. Dan
kakek imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) pada ‘abdi Manaf bin
Qushay, kakek Rasulullah SAW. Yang ketiga.
Idris, ayah
asy-syafi’i tinggal di tanah hijaz, ia adalah keturunan arab dari kabilah
qurasy. Kemudian ibunya yang bernama fathimah al-azdiyyah adalah berasal dari
salah satu kabilah di yaman, yang hidup dan menetap di hijaz. Semenjak
kecil fathimah merupakan gadis yang banyak beribadah memegang agamanya dengan
kuat dan sangat taat dengan rabb-Nya. Dia dikenal cerdas dan mengetahui seluk
beluk al-quran dan as-sunah, baik ushul maupun furu’ (cabang).
Imam
an-nawawi berkata : imam asy-syafi’i adalah qurasyi (berasal dari suku qurasy)
dan muthalib (keturunan muthalib) berdasarkan ijma’ para ahli riwayat dari
semua golongan, sementara ibunya berasal dari suku azdiyah. Imam asy-syafi’i
dinisbahkan kepada kakeknya yang bernama syafi’i bin as-saib, seorang sahabat
kecil yang sempat bertemu dengan rasulullah SAW. Ketika masih muda.
2. Kelahiran dan Masa Pertumbuhan Imam asy-Syafi’i
dalam menuntut ilmu
a. Kelahiran Imam asy-syafi’i
Idris bin
al-abbas menyertai istrinya dalam sebuah perjalanan yang cukup jauh, yaitu
menuju kampung gazzah di palestina, dimana saat itu umat islam sedang berperang
membela negeri islam di kota asqalan, sebuah kota pesisir. Lalu mereka tinggal
di kampung gazah yang sudah dekat dengan ‘asqalan. pada saat itu fathimah
sedang mengandung, idris sangat gembira dengan hal ini, sehingga ia berkata
:”jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan muhammad, dan akan
kupanggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu syafi’i bin asy-syaib.”
Akhirnya fatimah melahirkan di gazah tersebut, dan terbuktilah apa yang
dicita-citakan oleh ayahnya. Anak itu dinamai muhammad, dan dipanggil dengan
nama asy-syafi’i.
Para
sejarawan sepakat bahwa imam asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H, yang
merupakan tahun wafatnya imam abu hanifah. Kemudian ada banyak riwayat yang
menyebutkan tentang tempat imam asy-syafi’i lahir. Tempat yang paling populer
adalah beliau dilahirkan di kota ghazzah, dan pendapat lain mengatakan di kota
‘asqalan, dan pendapat yang lain lagi mengatakan bahwa beliau dilahirkan di
yaman.
Tidak
lama setelah asy-syafi’i lahir, ayahnya meninggal, saat itu umur asy-syafi’i
belum menginjak dua tahun. Keudian ia dibesarkan dan dididik oleh ibunya. Dia
melihat bahwa jika tetap tinggal di ghazzah maka sambungan nasabnya kepada
qurasy akan hilang, disamping itu akan terhalangi untuk mendapatkan pendidikan
yang layak. Maka ibunya memutuskan membawa asy-syafi’i ke makkah al-mukaramah,
dan tinggal disebuah kampung disana dekat masjid al-haram, yang disebut kampung
al-khaif.[2]
Asy-syafi’i
dibesarkan dalam kondisi yatim dan fakir, hidup atas bantuan keluarganya dari
kabilah qurasy, namun bantuan keluarganya sangat minim, tidak cukup untuk
membayar guru yang bisa mengajarkan tahfidz al-quran serta dasar-dasar membaca
dan menulis. Namun karena sang guru melihat kecerdasan asy-syafi’i serta
kecepatan hafalannya, ini dibebaskan dari bayaran.
Asy-syafi’i
pernah berkata : saat aku di kuttab, aku mendengar guruku mengajar murid-murid
tentang ayat-ayat al-quran, maka aku langsung menghafalkan, apabila ia
mendiktekan sesuatu, [3]
belum sampai guruku selesai membacakannya kepada kami, aku telah menghafal
seluruh apa yang didektekannya, maka dia berkata kepadaku suatu hari ”Demi
Allah. Aku tidak pantas mengambil bayaran dari kamu sesen pun.”
b. Masa pertumbuhan Imam syafi’i
dalam menuntut ilmu
Ketika imam
asy-syafi’i dibawa ibunya ke tanah hijaz, yakni kota makkah, ada juga yang
menyebutkan tempat dekat makkah, mulailah imam syafi’i menghafal al-quran
sehingga ia berhasil merampungkan hafalannya pada usia tujuh tahun dan juga
hafal kitab al-muwatta’ (karya imam malik) dalam usia 10 tahun. Pada usia 15
tahun (ada yang mengatakan 18 tahun), imam syafi’i berfatwa setelah mendapat
izin dari syaikhnya yang bernama muslim bin khalid az-zanji.
Imam syafi’i
menaruh perhatian yang besar kepada syair dan bahasa dan juga adat istiadat
mereka. sehingga ia hafal syair dari suku hudzail . Bahkan, ia hidup bergaul
bersama mereka selama 10 atau 20 tahun menurut satu riwayat. Kepada merekalah
imam asy-syafi’i belajar bahsa arab dan balaghah.
Kabilah
hudzail adalah kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah yang paling baik
bahasa arabnya. Sehingga imam syafi’i banyak menghafal syair-syair dan qasidah
dari kabilah hudzail. Sebagai bukti, al-asmai’ pernah berkata : bahwa beliau
pernah membetulkan atau memperbaiki syair-syair hudzail dengan seorang pemuda
dari keturunan bangsa qurasy yang disebut dengan namanya muhammad bin idris,
maksudnya adalah imam syafi’i.
Di samping mempelajari
ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan pula mempelajari memanah, sehingga
beliau dapat memanah sepuluh batang panah tanpa melakukan satu kesilapan.
Beliau pernah berkata : cita-citaku dua perkara : panah dan ilmu, aku berdaya
mengenakan target sepuluh dari sepuluh. Mendengar percakapan itu orang yang
bersamanya berkata : Demi Allah bahwa ilmumu lebih baik dari memanah.
Imam
asy-syafi’i belajar banyak hadist kepada para syaikh dan imam. Dia membaca
sendiri kitab al-muwatta’ di hadapan imam malik bin anas dengan hafalan
sehingga imam malik pun kagum terhadap bacaan dan kemauannya. Imam asy-syafi’i
juga menimba dari imam malik, ilmu para ulama hijaz setelah ia mengambil banyak
ilmu dari syaikh muslim bin khalid az-zanji. Selain itu, imam syafi’i juga
banyak mengambil riwayat dari banyak ulama, juga belajar al-quran kepada
isma’il bin qasthanthin dari syibl, dari ibnu katsir al-maliki, dari mujahid,
dari ibnu ‘abbas, dari ubay bin ka’ab, dari rasulullah.
c. Perjalanan imam syafi’i dalam
menuntut ilmu
1.
Belajar
di Makkah
Di
Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az
Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun.
Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia
mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan
sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di
Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai
mufti Makkah.
Kemudian
beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari
pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari
Sufyan bin Uyainah.
Guru
yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin
Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun
semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di
berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
2. Belajar
di Madinah
Kemudian
beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji
kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i
meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya,
Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Di
majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan
cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat
Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan
dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di
Makkah.
Beliau
menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal
berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya
akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut
kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka
Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab
Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih
bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga
menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah
pemahamanku.”
3. Di
Yaman
Imam
Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah
sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin
Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman,
beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini
beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di
negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul
Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
4. Di
Baghdad, Irak
Kemudian
pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin
Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.
5. Di
Mesir
Imam
Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad
tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya,
ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i
menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun
200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai
syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
B.
Guru dan Murid Imam Syafi’i
1. Guru-guru
imam syafi’i
Guru imam
syafi’i yang pertama adalah muslim khalid az-zinji dan
lain-lainnya dari makkah. Ketika umur belia 13 tahun beliau mengembara ke
madinah. Di madinah beliau belajar dengan imam malik sampai imam
malik meninggal dunia.
a. Gurunya di
makkah : muslim bin khalid az-zinji, sufyan bin uyainah, said bin al-kudah,
daud bin abdur rahman, al-attar dan abdul hamid bin abdul aziz bin abi daud.
b. Gurunya di
madinah : malik bin anas, ibrahim bin sa’ad al-ansari, abdul ‘aziz bin muhammad
ad-dawardi, ibrahim bin yahya, al usami, muhammad said bin abi fudaik dan
abdullah bin nafi’ as-saigh.
c. Gurunya di
yaman : matraf bin mazin, hisyam bin yusuf kadhi bagi kota san’a, umar bin abi
maslamah, dan al-laith bin sa’ad.
d. Gurunya di
iraq : muhammad bin al hasan, waki’bin al-jarrah al-kufi, abu usamah hamad bin
usamah al-kufi, ismail bin attiah al-basri dan abdul wahab bin abdul majid
al-basri.
e. Gurunya di
baghdad : muhammad bin al-hasan.
2. Murid-murid imam syafi’i
Di makkah
: abu bakar al-humaidi, ibrahim bin muhammad al-abbas, abu bakar muhammad bin
idris, musa bin abi al-jarud
Di baghdad : al-hasan
as-sabah az-za’farani, al-husin bin ali al karabisi, abu thur al-kulbi dan
ahmad bin muhammad al-asy’ari al-abasri
Di mesir : hurmalah
bin yahya, yusuf bin yahya al-buwaiti, ismail bin yahya al-mizani, muhammad bin
abdullah bin abdul hakam dan ar-rabi’bin sulaiman al-jizi.
Diantara
para muridnya yang termasyhur sekali adalah ahmad bin hanbal, yang
mana beliau telah memberi jawaban kepada pertanyaan tentang imam syafi’i dengan
katanya : allah ta’ala telah memberi kesenangan dan kemudahan kepada kami
melalui imam syafi’i.[4]
C.
Metode
Istinbath Hukum
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat
dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm.
Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip
mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat
cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
1. Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang
menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama
sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2. Sunnah dari Rasulullah
SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan
dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga
dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3. Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak
terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam
Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan
seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal
seperti ini tidak mungkin terjadi.
4. Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad,
apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i
menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum
Islam.
5.
Istishab mazhab
Syafi’I menggunakannya secara mutlak artinya Istishab ini boleh dijadikan
sebagai dalil dalam menentapkan hukum, baik dalam perkara yang menimbulkan hak
yang baru maupun dalam mempertahankan hak yang sudah ada. Contohnya, ialah
orang yang hilang, menurut Isitishab al Wasf seseorang yang telah hilang dan
tidak tahu tempatnya tetap dianggap sampai ada bukti yang menunjukkan orang
tersebut telah menigngal. Kalau orang itu masih hidup maka orang tersebut akan
mendapat haknya seperti mana hak orang hidup yang lain seperti harta dan
istrinya masih dianggap miliknya, dan mendapat waris harta jika ahli waris dan
istrinya telah meninggal.
D. Kitab-Kitab
Karangan Imam Syafi’i Yang Terkenal
Para ulama
telah menyebutkan karangan imam asy-syafi’i yang tidak sedikit diantara
karangannya :
1.
Kitab al-umm
Sebuah kitab
tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128 masalah. Al-hafizh ibnu
hajar berkata : jumlah kitab (masalah) dalam kitab al-umm lebih dari 140
bab-wallahu a’lam. Dimlai dari kitab at-thaharah (maslah bersuci) kemudian
kitab (as-shalah) masalah shalat. Begitu seterusnya yang beliau susun
berdasarkan bab-bab fiqih. Kitabnya yang diringkas oleh al-muzani yang kemudian
dicetak bersama al-umm. Sebagian orang ada yang menyangka bahwa kitab ini
bukanlah pena dari imam asy-syafi’i, melainkan karangan al-buwaiti yang disusun
oleh ar-rabi’in bin sulaiman al-muradi.
Bersama
dengan kitab al-umm, dicetak pula kitab-kitab lainnya, yaitu :
a. Kitab jima’ul ‘ilmi sebagai pembela terhadap as-sunah dan
pengamalannya.
b. Kitab ibthaalul istihsan, sebagai sanggahan
terhadap para fuqaha (ahli fiqih) dari mazhab hanafi
c. Kitab perbedaan antara imam malik dan imam syafi’i
d. Kitab ar-radd ‘alaa muhammad bi hasan (bantahan terhadap muhammad bin
hasan)
2.
Kitab ar-risalah jadiidah
Sebuah kitab
yang telah dicetak dan di tahqiq (diteliti) oleh syaikh ahmad syakir, yang
diambil dari riwayat ar-rabi’in bin sulaiman dari imam asy-syafi’i. Kitab ini
terdiri dari satu jilid besar. Didalam kitab ini imam syafi’i berbicara tentang
al-quran dan penjelasannya, beliau mengemukakan bahwa banyak dalil mengenai
keharusan berhujjah dan berargumentasi dengan as-sunah. Beliau juga mengupas
masalah nasikh dan mansukh dalam al-quran dan as-sunah, menguraikan tentang
‘ilal (‘illat/cacat) yang terdapat pada bagian hadist dan alasan dari keharusan
mengambil hadist ahad sebagai hujjah dan dasar hukum, serta apa yang boleh
diperselisihkan dan tidak boleh diperselisihkan di dalamnya.
Selain kedua
kitab yang telah disebutkan, ada bebeerapa kitab lain yang dinisbahkan kepada
imam syafi’i, seperti kitab al-musnad, as-sunanar-radd ‘alal
baraahimah, mihnatusy syafi’i, ahkamul al-quran dan lain-lain.
Dasar atau
sumber hukun yang digunakan imam syafi’i dalam melakukan ijtihad adalah :
1. Al-quran
2. Sunnah, baik yang mutawatir maupun yang ahad
3. Ijmak sahabatan
4. Qaul sahabi, atau perkataan sahabat secara pribadi
5. Qiyas, yaitu keharusan membawa
furu’ (masala baru) kepada ashl (masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dalam
nash).
6. Istishab, menggunakan hukum yang
sudah ada sampai ada hukum baru yang mengubahnya.[5]
E.
Aplikasi Metode Istinbāţ Hukum
Imam Syafi’i
a.
Masalah imamah
Menurut imam
Syafi’i, masalah imamah termasuk masalah agama (amrdiniy);
karena itu menurutnya mendirikan imamah merupakan kewajiban
agama (bukan sekedar kewajiban aqli). Pemimpin umat Islam mesti
beragama Islam dan orang-orang Islam terlindungi. Selanjutnya dia berpendapat
bahwa pemimpin mesti berasal dari kalangan Quraisy. Alasannya karena ada sebuah
riwayat yang sangat terkenal di kalangan Sunni yang dijadikan kunci
penyelesaian perdebatan politik di Saqifah Bani Sa’dah untuk menentukan
pengganti Nabi Saw sebagai pemimpin negara dan agama. Dalam pandangan imam
Syafi’i pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin yang memiliki kriteria
berikut: Berakal, Dewasa, Merdeka, Beragama Islam, Laki-laki, Dapat melakukan
ijtihad, Memiliki kemampuan mengatur (manajerial, Al-tadbir), Gagah
berani, Melakukan perbaikan agama, Dari kalangan Quraisy.
b.
Masalah hakim perempuan
Salah satu perdebatan ulama yang
cukup menarik untuk diteliti adalah tentang hakim perempuan. Menurut imam
Syafi’i perempuan tidak boleh menjadi hakim secara mutlak; artinya, perempuan
tidak boleh menjadi hakim, baik hakim yang menangani hukum perdata maupun
pidana. Cara ijtihad yang digunakannya adalah analogi atau Qiyas. Dalam
pandangannya, Nabi Muhammad melarang perempuan menjadi pemimpin. Karena itu
perempuan tidak diperbolehkan menjadi hakim. Pemimpin perempuan dijadikan al-ashl (pokok)
dan hakim perempuan dijadikan sebagai al-far’ (cabang).
F.
Karakteristik Mazhab Syafi’i
Keluasan
ilmu pengetahuan dalam bidang sastera serta nasab, yang sejajar dengan al-Hakam
bin Abdul Muthalib, dimana Rasulullah saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya
Keturunan (Bani) Hasyim dan keturunan (Bani) Muthalib itu hakekatnya adalah
satu.” (H.R. Ibnu Majah, dalam kitab yang menjelaskan tentang Wasiat, bab “Qismah
al-Khumus,” hadits no. 2329.
Kekuatan
menghafal al-Qur`an dan kedalaman pemahaman antara yang wajib dan yang sunnah,
serta kecerdasan terhadap semua disiplin ilmu yang dia miliki, yang tidak semua
manusia dapat melakukannya.
Kedalaman
ilmu tentang Sunnah, dia dapat membedakan antara Sunnah yang shahih dan yang
dha`if. Serta ketinggian ilmunya dalam bidang ushul fiqih, mursal, maushul,
serta perbedaan antara lafadl yang umum dan yang khusus.
Imam
Ahmad bin Hambal berkata: Para ahli hadits yang dipakai oleh Imam Abu Hanifah
tidak diperdebatkan sehingga kami bertemu dengan Imam Syafi`i. Dia adalah
manusia yang paling memahami kitab Allah swt. dan Sunnah Rasulullah saw. serta
sangat peduli terhadap hadits beliau.
Karabisy
2 berkata: Imam Syafi`i adalah rahmat bagi umat Nabi Muhammad saw. (Karabisy
dinisbatkan pada profesi penjual pakaian, namanya adalah Husain bin Ali bin
Yazid.)
G. Wafatnya
Imam Asy-Syafi’i
Diakhir
hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di
mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena
penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya
terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak
memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun
204 H.
Al-muzani
berkata : tatkala aku menjenguk iam asy-syafi’i pada saat sakit yang membawa
kepada kematiaannya, aku bertanya kepadanya : bagaimanakah keadaanmu, wahai
ustadz ? imam syafi’i menjawab : aku akan meninggalkan dunia dan berpisah
dengan para sahabatku. Aku akan meneguk piala kematian dan akan menghadap allah
serta akan bertemu dengan amal jelekku. Demi allah, aku tidak tahu kemana ruhku
akan kembali : ke surga yang dengannya aku akan bahagia atau ke neraka yang
dengannya aku berduka.
Kemudian
imam syafi’i melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada orang-orang di
sekitar itu: jika aku meninggal, pergilah kalian kepada penguasa, dan mintalah
kepadanya agar sudi memandikanku, lalu sepupunya berkata : kami akan turun
sebentar untuk shalat, imam syafi’i menjawab, pergilah dan setelah itu,
duduklah disini menunggu keluarnya ruhku. Lalu kami turun untuk shalat di
masjid, ketika kami kembali, kami berkata kepadanya :apakah engkau sudah shalat
? sudah jawab imam syafi’i, lalu ia meminta segelas air, pada saat itu sedang
musim dingin, kami berkata : biar kami campurkan dengan air hangat, ia berkata
: jangan, sebaiknya dengan air safarjal. Lalu ia wafat. Ada yang mengatakan
wafatnya pada akhir isya (menjelang subuh) dan ada juga yang mengatakan sesudah
maghrib.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarawan sepakat bahwa imam
asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H. Nama lengkap dari Imam
Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i bin
as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf
bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.
Diakhir
hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di
mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena
penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya
terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak
memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun
204 H.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, Manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i
Dr. Ahmad asy-syurbasi, Sejarah dan biografi empat imam mazhab,
jakarta: PT.Bumi aksara
Syaikh M. Hasan al-jamal, Biografi 10 imam besar,
jakarta: pustaka al-kautsar
Dr. Ali
sodiqin, dkk, Fiqh ushul fiqh, yogyakarta
Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar
Perbandingan Madzhab, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999
[1] Dr. Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah
imam asy-syafi’i, (Jakarta:
pustaka, 2000), hlm. 15.
[2] T.M. Hasbi
al-Shidieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam
Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra), hlm. 28.
[3] Syaikh M.
Hasan al-jamal, Biografi 10 imam besar, (Jakarta: pustaka al-kautsar),
hlm. 60.
[4] Yusuf
al-Qardawi, Fiqh Perbedaan Pendapat antar
Gerakan Islam, cet. ke-4 (Jakarta: Rabbani Press, 2002), hlm. 190.
Did you know there is a 12 word sentence you can speak to your man... that will trigger intense emotions of love and impulsive appeal for you buried within his heart?
BalasHapusBecause deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, worship and look after you with all his heart...
12 Words That Trigger A Man's Love Response
This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will drive him to try better than ever before to make your relationship the best part of both of your lives.
Matter of fact, triggering this powerful instinct is absolutely essential to having the best possible relationship with your man that the moment you send your man one of the "Secret Signals"...
...You will instantly notice him open his heart and mind for you in a way he never experienced before and he will distinguish you as the only woman in the world who has ever truly appealed to him.