BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al
quran merupakan sumber dari segala hukum. Telah kita ketahui bahwa Al-quran di
samping berisi tentang masalah keimanan, niali-nilai moral, juga berisi tentang
beberapa hal yang terkait masalah hukum.
Kurang
lebih sepertiga ayat al-quran membicarakan masalah hukum, baik yang terkait
dengan hubungan antara manusia dengan Allah, maupun hal-hal yang terkait dengan
hubungan sesama manusia.
Salah
satu hukuman yang disebutkan di dalam Al quran adalah hukuman atas pencuri
sebagaimana firman Allah di dalam Al quran surat Al Maidah ayat 38-39. Pencurian dalam hukum islam
merupakan perbuatan tindak pidana yang berat hukumannya, jika pencurian
tersebut telah memenuhi unsur unsur pencurian, namun berbeda dengan tindak
pidana dalam hukum positif.
Dalam
makalah ini kami akan mengupas lebih dalam tentang pandangan islam mengenai
hukuman pencurian sesuai dengan ayat Al quran, yakini hukuman apa saja yang di
kenakan sanksi pencurian menurut hukum islam, unsur unsur apa saja yang dapat
dikenakan sanksi pencurian menurut hukum islam, dan bagaimana penerapan hukum
tersebut, serta bagaimana hukum pencurian dalam hukum islam dan positif.
B.
Rumusan
Masalah
1. Tafsir
Surat Al maidah 38-39 menurut Ibnu Katsir?
2. Tafsir
Surat Al maidah 38-39 menurut Ibnu Al- Wasith?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR
SURAH AL-MAIDAH AYAT 38-39
Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Perkataan Perkataan السارق والسارقة diambil dari asal katanya سرقا سرق- يسرق- yang berarti mencuri atau diambil
dari kata سارق-
سرقة- سراق- سارقة-سوارق yang berarti pencuri. Manakala
perkataan قطعوا berasal
dari kata قطع-
يقطع- قطعاyang berarti memotong atau memutuskan. Di dalam
kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an disebutkan kata قطع sama
maknanya juga dengan الإبانة والإزالة yang
berarti menceraikan atau menghilangkan.
Kata pencurian berasal dari
bahasa arab al- sariqah. Dalam ensiklopedi fiqh:
السرقة هى
اخذ مال لا حق له فيه من خفية
“ sariqah adalah mengambil suatu
harta yang tidak ada hak baginya dari tempat penyimpanan.”
Abdul
Qadir sudah mendefinisikan pencurian sebagai tindakan mengambil harta orang
lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi (Audah, 1992:518). yang dimaksudkan dengan
mengmbil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi adalah mengambilnya tanpa
sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.
Menurut kitab fathul qarib
sariqah menurut bahasa adalah mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi. Sedang
menurut syarak ialah mengambil harta secara sembunyi-sembunyi dan aniaya dari
tempat simpanan harta itu tadi. ( Abu Amar, 1983:145)
Menurut Mahmud Syaltut
pencurian adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang
dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. (Djazuli,
2010:03)
Pencurian di dalam
ketentuan KUHP Indonesia ialah perbuatan mengambil suatu barang yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum.
Kata curi artinya mengambil dengan
diam-diam, sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang lain. Mencuri berarti
mengambil milik orang lain secara tidak sah. ( Syarifin, 2000:97)
Pencurian dalam Islam
merupakan perbuatan tindak pidana yang berat dan dikenakan hukuman potong
tangan apabila harta yang dicuri tersebut bernilai satu nisab pencurian.
(Yusof, 2009:77)
Jadi, pencurian adalah
mengambil barang yang bukan miliknya dengan cara yang salah dan tidak
dibenarkan di dalam Islam.
Didahulukannya kata pencuri lelaki
dalam ayat ini, atas pencuri perempuan, dan didahulukannya pezina perempuan
atas pezina lelaki (QS. AnNur (24): 2), mengisyaratkan bahwa lelaki lebih
berani mencuri dari pada perempuan, sedang
perzinahan bila terjadi disebabkan karena keberanian.
B.
TAFSIR
IBNU KATSIR SURAH AL-MAIDAH AYAT 38-39
Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[1]
Asbabun nuzul
Ayat
ini turun berkenaan dengan kasus Thu'mah bin Ubairiq saat mencuri baju perang
milik tetangganya yang bernama Qatadah bin Nu'man yang disembunyikan dalam
kantong tepung yang robek. Baju yang ditaruh dalam kantong tepung tersebut
disembunyikan di tempat Zaid bin Samin, orang yahudi. Tepung berceceran dari
rumah Qatadah hingga ke rumah Zaid ini. Saat Qatadah sadar ada pencurian,
Qatadah mencari-cari baju perang tersebut di rumah Thu'mah namun ia tidak
menemukannya. Thu'mah bersumpah tidak mengambilnya dan ia tidak tahu-menahu.
Selanjutnya, orang-orang mengikuti jejak tepung yang berceceran dan sekelompok
orang Yahudi bersaksi akan hal itu. Hampir saja Rasulullah saw. membela Thu'mah
sebab baju perang yang hilang terdapat di rumah orang lain, lalu turun firman
Allah SWT, “Dan janganlah kamu berdebat
(untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”
(an-Nisaa': 107) Ayat tentang pencurian turun untuk menjelaskan hukumnya.
Ahmad
dan lainnya dari Abdullah bin Amr; seorang wanita mencuri di masa Rasulullah
saw. lalu tangan kanannya dipotong. ia bertanya, "Apakah aku bisa bertobat
wahai Rasulullah?” Lalu AllahSWT menurunkan ayat dalam surah al-Maa'idah,
“Tetapi barangsiapa
bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (al- Maa’idah:
39)
1.
PERINTAH MEMOTONG TANGAN PENCURI
Allah Ta'ala, lewat firman-Nya, telah
menetapkan dan memerintahkan untuk memotong tangan pencuri, baik laki-laki
maupun perempuan. Potong tangan pernah dipraktekkan dahulu di masa jahiliyah,
lalu diakui dalam Islam dan ditambahkan syarat-syarat lainnya sebagaimana yang
akan kami terangkan, insya Allah.
Demikian pula perihal qasamah, diyat,
pinjam-meminjam, dan hal hal lainnya yang sudah ada sebelumnya yang diakui
syari’at disertai sejumlah tambahan sebagai kesempurnaan kemaslahatannya.
2.
KAPAN TANGAN PENCURI DIPOTONG?
Disebutkan dalam ash-Shahiihain dari Abu
Hurairah R.a Rasulullah Saw bersabda, “Semoga
Allah melaknat pencuri; ia mencuri topi baju lalu tangannya dipotong, dan ia
mencuri tali (yang harganya sampai seperempat dinar) lalu tangannya dipotong.”
Asy-Syaikhan, yakni al-Bukhari dan Muslim,
mengeluarkan hadits dari 'Aisyah bahwa Rasulullah bersabda,
”Tangan
pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar atau lebih. ”
Dalam redaksi Muslim, dari Aisyah bahwa
Rasulullah bersabda, “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali karena mencuri
seperempat dinar atau lebih.”
Hadits ini berfungsi sebagai nash (penjelasan
yang pasti) mengenai masalah ini, yakni seperempat dinar, tidak kurang dari
itu. Adapun hadits tentang harga perisai yang harganya tiga dirham, tidak
bertentangan dengannya. Karena, ketika itu satu dinar senilai dengan dua belas
dirham.
Memang sangat tepat, dalam bab pencurian,
kadar harta yang karenanya tangan pencuri harus dipotong ialah seperempat
dinar. Hal ini supaya manusia hati hati, dan tidak gampang mencuri harta orang
lain. Inilah hakikat hikmah bagi orang-orang yang memiliki akal. Karenanya, Dia
berfirman,
Sebagai pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Mabaperkasa lagi Maha bijaksana.” Yakni sebagai balasan atas perbuatannya yang
buruk, yaitu mengambil harta manusia dengan tangan mereka. Sangat tepat bila
tangan yang mereka pergunakan untuk keburukan tersebut dipotong, sebagai
siksaan dari Allah. Yakni sebagai hukuman dari Allah .
3. TAUBAT
PENCURI DITERIMA
Kemudian Allah berfirman,
“Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah
menerima taubatnya. Sesunggubnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Yakni barangsiapa bertaubat setelah mencuri
dan kembali kepada Allah, maka Allah menerima taubat berkenaan dengan dosa yang
berkaitan antara dia dengan-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Abdullah bin
'Amr bahwa seorang wanita mencuri pada masa Rasulullah, lalu orang-orang yang
menjadi korban pencurian membawanya (kepada beliau) seraya mengatakan,”Wahai
Rasulullah, wanita ini telah mencuri harta kami.”
Kaumnya mengatakan, ”Kami akan
menebusnya.”Rasulullah mengatakan,”Potonglah tangannya.” Mereka mengatakan, ”Kami
akan menebusnya dengan dengan lima ratus dinar.” Beliau mengatakan,”Potonglah
tangannya.” Lalu tangan kanannya dipotong. Setelah itu, wanita tersebut
bertanya,”Apakah taubatku diterima,. wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Ya, engkau pada hari ini dari dosamu seperti pada saat engkau
dilahirkan ibumu.” [2]
C.
TAFSIR
IBNU Al-WASITH SURAH AL-MAIDAH AYAT
38-39
Artinya:
Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka
Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.[3]
Asbabun nuzul
Ayat
ini turun berkenaan dengan kasus Thu'mah bin Ubairiq saat mencuri baju perang
milik tetangganya yang bernama Qatadah bin Nu'man yang disembunyikan dalam
kantong tepung yang robek. Baju yang ditaruh dalam kantong tepung tersebut
disembunyikan di tempat Zaid bin Samin, orang yahudi. Tepung berceceran dari
rumah Qatadah hingga ke rumah Zaid ini. Saat Qatadah sadar ada pencurian,
Qatadah mencari-cari baju perang tersebut di rumah Thu'mah namun ia tidak
menemukannya. Thu'mah bersumpah tidak mengambilnya dan ia tidak tahu-menahu.
Selanjutnya, orang-orang mengikuti jejak tepung yang berceceran dan sekelompok
orang Yahudi bersaksi akan hal itu. Hampir saja Rasulullah saw. membela Thu'mah
sebab baju perang yang hilang terdapat di rumah orang lain, lalu turun firman
Allah SWT, “Dan janganlah kamu berdebat
(untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”
(an-Nisaa': 107) Ayat tentang pencurian turun untuk menjelaskan hukumnya.
Ahmad
dan lainnya dari Abdullah bin Amr; seorang wanita mencuri di masa Rasulullah
saw. lalu tangan kanannya dipotong. ia bertanya, "Apakah aku bisa bertobat
wahai Rasulullah?” Lalu AllahSWT menurunkan ayat dalam surah al-Maa'idah,
“Tetapi barangsiapa bertobat
setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah
menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (al- Maa’idah: 39)
1.
HUKUMAN
MENCURI
Mencuri
uang pribadi atau uang bersama, seperti uang Negara, sektor publik, atau sektor
khusus termasuk salah satu tindak pidana terbesar dalam Islam, hukumanya sangat
haram, kemungkaran besar dan termasuk memakan harta manusia secara batil, tidak
halal dalam syariat , agama atau undang-undang dunia manapun. Sebab,
membolehkan aksi pencuri akan menghilangkan rasa aman orang dalam harta yang
mereka miliki, menguncang prinsip kepercayaan dan ketenangan, mengusik ketenangan
ekonomi, bisnis, dan sumber-sumber rezeki lain. Merampas, menghianati, dan semacamnya
sama seperti tindakan mencuri, sama-sama mengambil hak milik orang lain secara tidak
benar.
Karena
itu, kejahatan pencurian mengharuskan hokum had, yaitu potong tangan dalam syariat
Al-Qur’an. Hukuman ini meski kasar, namun inilah satu-satunya hukuman yang membuat
jera untuk tindakan sewenang-wenang terhadap harta yang di ambil secara tidak benar.
Untuk
orang yang bertobat setelah melakukan kezaliman berupa aksi mencuri dan kembali
kepada Allah SWT, meninggalkan pencurian, mengembalikan harta orang lain yang
diambil, memperbaiki dan menyucikan diri dengan amal kebajikan dan takwa, Allah
SWT menerima tobatnya dan tidak menyiksanya di akhirat. Allah Maha mengampuni dosa-dosa
hambanya yang bertobat, maha penyayang terhadap mereka bila mereka baik.
Melalui
penerapan dan pengalaman, terbukti bahwa hukum-hukum had syar’ilah yang
mewujudkan kebaikan seluruh manusia secara umum dan khusus. Tidak ada hukum yang
bias mencegah tindak kejahatan secara lebih bijak, adil, dan lebih baik melebihi
hukum-hukum Allah SWT yang tertera dalam Al-Qur’an.
Namun
kita perlu tahu, hukuman pencurian baru bisa dilaksanakan setelah memenuhi serangkaian
persyaratan. Pencuri disyaratkan balig dan berakal, bukan anak-anak dan gila.
Tidak diizinkan masuk ketempat penyimpanan uang yang dicuri, bukan tamu atau pelayan,
bukan kerabat korban pencurian, bukan atasan korban pencurian, uang yang dicuri
melebihi nishab syar’i, yaitu satu dinar emas atau lebih menurut pendapat Abu
Hanifah, atau seperempat dinar menurut pendapat jumhur, harta yang dicuri harus
harta yang yang bisa dimanfaatkan secara syar’i, bukan berupa khamr, babi,
anjing, bangkai, atau darah misalnya.
Ada
lagi syarat yang bersifat umum dalam hukum-hukum had secara keseluruhan, yaitu tidak
ada syuhbat, sebab hukum-hukum hadd tertolak karena adanya syubhat. Pintu syubhat
amat luas yang memungkinkan penerapan hukum had yang jarang terlaksana. Saat itu
hukuman beralih kebentuk lain selain hukum hadd, seperti penahanan, pemukulan,
dan celaan. Bagi yang bertobat dari perbuatan buruk dan memperbaiki diri,
hukuman ya tidak berlaku dan Allah menyukai orang-orang yang bertobat.
2. BERSEGERA DALAM KEKAFIRAN
Allah
SWT menurunkan kitab-kitab samawi seperti Taurat, Injil, dan Al-Qur'an berisi
syariat-syariat Ilahi untuk mengatur kehidupan manusia, sebab kehidupan tanpa
aturan hukum akan kacau, mirip kehidupan dalam hutan, tidak ada kebahagiaan,
rasa aman, dan ketenangan. Yang kuat menerkam yang lemah, yang besar
memperbudak yang kecil, pemegang kuasa menganiaya pihak lain dan zalim dalam
memberi putusan dan memperlakukan sesama berdasarkan hawa nafsu, kecenderungan,
sifat tamak, dan syahwat. Karena itulah, Al-Qur'anul Karim mengingkari
perlawanan terhadap syariat dan kitab-kitab Ilahi. Al-Qur'an menyebut mereka
yang menerjang hukum-hukum Ilahi sebagai orang-orang yang bersegera dalam
kekafiran dan kesesatan, serta bertindak berdasarkan etika rendahan. Allah SWT
berfirman seraya menghibur dan menguatkan 'jiwa NabiNya, Muhammad saw. lantaran
perlakuan yang beliau terima dari kelompok-kelompok kaum munafik dan Bani
Israil.[4]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tafsir surah
Al- Maidah ayat 38-39: Perkataan Perkataan السارق والسارقة diambil dari asal katanya سرقا سرق- يسرق- yang berarti mencuri atau diambil
dari kata سارق-
سرقة- سراق- سارقة-سوارق yang berarti pencuri. Manakala
perkataan قطعوا berasal
dari kata قطع-
يقطع- قطعاyang berarti memotong atau memutuskan.
Abdul
Qadir sudah mendefinisikan pencurian sebagai tindakan mengambil harta orang
lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi (Audah, 1992:518). yang dimaksudkan dengan
mengmbil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi adalah mengambilnya tanpa
sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.
Sesuai
dengan surah Al Maidah ayat 39:
“Maka
barangsiapa bertaubat (di antara pencuri pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesunggubnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Yakni barangsiapa bertaubat setelah mencuri
dan kembali kepada Allah, maka Allah menerima taubat berkenaan dengan dosa yang
berkaitan antara dia dengan-Nya.
[1] Syaikh
Shafiyyurrahan al-Mubarakfuri, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir , 2016), hal 144.
[2] Ibid; hal. 145
[3] Wahbah Az-Zuhailli, Tafsir Al-Wasith, (Depok: Darul Fikr, Damaskus, 2015), hal. 157
[4] Ibid; hal
158.
kuliah di al-azhar Cairo ya ? soalnya sama kyk di muqorror :)
BalasHapusIzin copy paste dan menyalin, Terima Kasih Banyak
BalasHapus