BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini,
tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan
(free sex), disebabkan terlalu jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor
utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap
batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal
dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa
penyeleksian yang ketat. Kita telah mengetahui bahwa sebagian besar bangsa
barat adalah bangsa sekuler, seluruh kebudayaan yang mereka hasilkan jauh dari
norma-norma agama. Hal ini tentunya bertentangan dengan budaya Indonesia yang
menjujung tinggi nilai agama dan pancasila. Tidak ada salahnya jika kita
mengatakan pacaran adalah sebagian dari pergaulan bebas. Saat ini pacaran sudah
menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi kode etik dalam memilih calon
pendamping. Fakta menyatakan bahwa sebagian besar perzinahan disebabkan oleh pacaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Ibnu Katsir surah Al-Israa’ ayat 32
Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. 17:32)
1. Perintah Menjauhi Perbuatan Zina
Allah SWT berfirman, melarang hamba-hamba-Nya
dari perbuatan zina dan mendekatinya, yakni melakukan hal-hal dan
penyebab-penyebab yang menjerumuskan seseorang kepada perzinaan.“Dan
janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (dosa besar). Dan suatu jalan yang
buruk. ” Maksudnya, zina itu seburuk-buruk jalan hidup.[1]
B. Tafsir Al-Azhar surah Al-Israa’ ayat 32
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya dia itu
adalah keji dan sejahat-jahatnya jalan. (QS. 17:32)
1. Pengertian Zina
Zina yaitu segala persetubuhan yang tidak
disahkan dengan nikah, atau yang tidak sah nikahnya. Zina adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang terburuk, ia dapat mendatangkan wabah
penyakit AIDS yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.[2]
Inilah kita buat definisi atau arti zina. Dengan simpulan sekalian persetubuhan yang tidak disahkan
lebih dahulu dengan nikah, sebenarnya sudah cukup. Tetapi, ada juga. yang
walaupun diadakan nikah terlebih dahulu, nikah mereka adalah tidak sah, yaitu
bersetubuh dengan mahram (yang haram dinikahi tersebut lengkap dalam surah An-Nisaa’
ayat 33), atau menikahi istri orang, atau menikahi orang dalam iddah.[3]
Di dalam surah An-Nur
diterangkan dengan jelas hukuman zina, yaitu setelah masyarakat Islam
dapat mendirikan kekuasaan di Madinah. Di dalam surah al-Furqaan (surah Mekah)
diterangkan bahwa salah satu perangai yang tidak terdapat pada Ibadur Rahman
ialah zina. Sekarang, di dalam surah al-lsraa' ini lebih dijelaskan lagi, yaitu
jangan dekati zina! Artinya, segala sikap dan tingkah laku yang dapat membawa
kepada zina janganlah dilakukan.
Karena apa? Karena pada laki-laki
ada syahwat setubuh dan pada perempuan pun ada. Apabila seorang laki-laki
dengan seorang perempuan telah berdekat, susah mengelakkan tumbuhnya gelora
syahwat itu. Tepat artinya dari sebuah hadits, ”Kalau seorang laki-laki dan
seorang perempuan telah khalwat berdua-dua, yang ketiga adalah setan.” Ketika
kita bertenang-tenang duduk sendiri, akal kita dan pertimbangan budi dapat
berbicara. Tetapi, kalau seorang laki-laki telah berdua saja dengan seorang
perempuan, akal budi tidak bicara lagi. Yang bicara ialah syahwat itu. Nafsu
atau seks! Dan apabila nafsu seks itu sudah terpenuhi, mungkin akal akan bicara
dan menyesal. Tetapi sebelum terpenuhi, segala yang lain gelap belaka.
Khalwat, yaitu berdua-dua saja
laki-laki dengan perempuan, termasuk mendekati zina. islam mengharamkan
khalwat. Bahkan, khalwat dengan mahram sendiri pun hendaklah dibatasi. Sebab
itu pula maka diharamkan meminum sekalian minuman yang memabukkan. Apabila
telah mabuk, orang tidak dapat lagi mengendalikan diri. Dan dilarang
perempuan-perempuan memakai pakaian yang dapat membangkitkan syahwat. Kasiatin
ariatin; berpakaian tetapi bertelanjang, you can see! Dan
termasuk juga pendekat zina adalah film-film, gambar-gambar, dan majalah-majalah
telanjang, porno, nyanyian-nyanyian yang berisi ajakan buruk, dansa-dansa
dan peluk-pelukan. Termasuk juga larangan bepergian jauh perempuan (musafir)
tidak diantar oleh suaminya atau mahramnya.
Sebagai seorang dokter, dia telah
mempelajari dari pengalaman dan penyelidikan yang beliau lakukan terhadap
pasien-pasiennya. Beliau mendapat kesimpulan ilmiah yang kuat tentang pengaruh
naluri perempuan sebagai perempuan, yang membangkitkan nafsu berkelamin (seks)
padanya. Menurut beliau, tempat yang sepi embusan angin, berdekatan berdua
ketika menonton film-film yang membangkitkan birahi, persinggungan kulit sesama
kulit, persentuhan ujung jari sekalipu n,
apatah lagi kalau sudah disertai rabaan dan ciuman, semuanya itu adalah
pembangkit syahwat yang terpendam dalam diri seorang perempuan.
Di samping itu timbullah penyakit-penyakit
yang amat berbahaya dan merusak keturunan tersebab dari perzinaan, yaitu
penyakit sifilis dan gonore. Di zaman akhir ini dikenal orang penyakit yang
diberi nama Vietnam Rose yang berjangkit dari serdadu-serdadu
di medan perang, yang ketika istirahat dan vakansi bersetubuh dengan perempuan
lacur.
Dengan ini semua bertambahlah yakin
kita kepada firman Allah, ”Dan janganlah mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah keji dan sejahat-jahat jalan.”
2. Sebab An-Nuzul
Martsad bin Abi Martsad membawa para tawanan
perang dari Mekkah ke Madinah. Di Mekkah ada seorang wanita jahat bernama Anaq.
Ia adalah temannya Martsad, Anaq mengajaknya berzina. Martsad berkata, “Hai
Anaq, Allah telah mengharamkan zina.” Kemudian, setelah Martsad sampai di
Madina. Ia datang kepada Raulullah dan berkata, “Ya Rassulullah, apakah saya
boleh menikah dengan Anaq?” Rasulullah tidak menjawab, hingga akhirnya turunlah
ini.[4]
Al-Wahidi menjelaskan, para Mufassir berkata:
“Sesampainya orang-orang Muhajirin ke kota Madinah, di antara mereka terdapat
orang-orang fakir; ereka tidak punya harta. Sedangkan di kota Madinah terdapat
pula perempuan jahat dan penzina, mereka suka menjual kehormatannya. Karena
itu, ada diantara Muhajirin yang menginginkan usaha perempuan-perempuan
tersebut.” Mereka berkata: “Kalau kita menikahi perempuan-perempuan itu, maka
kita akan menjadi kaya.” Kemudia Muhajirin ini minta izin kepada Rasulullah.
Akhirnya turunlah ayat:
C. Macam-macam
Zina dan Hukumannya
Al-qur’an
tidak hanya melarang berzina, tetapi ia juga menitikberatkan kepada para
penguasa agar memberikan hukuman yang
sangat berat kepada pelakunya, yaitu mencambuk setiap pelakunya seratus kali.
Pelaku zina itu dapat dikategorikan kepada dua macam, yaitu:
1. Zina
Ghairu Muhsan
Zina
Ghairu Muhsan adalah zina yang dilakukan oleh Gadis (Bakr) atau perjaka.
Hukumannya adalah cambuk seratu kali, kemudian jika ia masih hidup diasingkan
atau diusir selama satu tahun. hadis ini berdasarkan ayat Al-qur’an surah
An-Nur ayat 2 dan sabda Rasulullah:[5]
perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.
dan
sabda Rasulullah yang artinya:
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
menghukumb orang yang berzina yang belum nikah dengan mengusirnya satu tahun
dan melaksanakaan had (hukum dera) atasnya.”
2. Zina Muhsan
Zina
Muhsan adalah zina yang dilakuakn oleh orang yang sudah pernah menikah.
Hukumannya adalah rajam, yaitu dengan mengubur badanya separuh di persimpangan
jalan kemudia dilempar batu sampai mati. Nabi SAW bersabda:[6]
“Diterima dari Abu Hurairah, ia berkata:
Seorang laki-laki muslim datang kepada Rasulullah SAW sewaktu baginda berada
dalam masjid. Laki-laki itu memanggil Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah,
saya telah berzina.” Rasulullah berpaling darinya. Laki-laki tersebut
mengulangi ucapannya empat kali. Setelah itu ia bersaksi atas dirinya empat
kali, Rasulullah memanggilnya kemudian berkata: “Apakah anda gila?”, Ia menjawab Tidak. “Apakah anda telah menikah?”,
Ia menjawa: Sudah. Kemudian Nabi berkata (kepada para sahabatnya): “Pergilah
kalian dengan laki-laki ini dan rajamlah ia.”
D. Tuduhan Berzina
dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang
saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.
Dari
ayat ini diungkapkan (Laki-laki yang menuduh perempuan baik-baik berzina), yaitu
dengan menggunakan Mudzakkar. Akan tetapi hal ini juga berlaku pada
wanita; aabila wanita menuduh laki-laki berzina dan ia tidak dapat
membuktikannya dengan empat orang saksi maka kepadanya dilimpahkan hukuman
cambuk delapan puluh kali.
Menuduh
orang melakukan dosa besar termasuk dalam kategori dos besar, dan ia merupakan
perbuatan fasik. Kesaksian pelakunya tidak boleh diterima; ia tidak boleh
menjadi saksi dalam semua kasus yang memerlukan saksi. Sebab ia sudah menjadi
fasik, dan orang fasik tidak boleh menjadi saksi. Kecuali apabila mereka sudah
bertaubat. Jadi, sipenuduh tanpa bukti dapat dikenakan dua hukuman, pertama
cambuk delapan puluh kali dan kedua, kesaksiannya dibatalkan hingga ia
bertaubat.[7]
E. Antisipasi Agar Orang Tidak Berzina
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang mereka perbuat".
Ayat ini
menggambarkan dua sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin guna
mengantisipasi atau membenteng dirinya dari berbuat zina, yaitu menahan
pandangan dan memelihara kemaluan.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dalam rangka menantisipasi agar tidak terjadi
perbuatan zina, maka wanita dituntut untuk tidak membuka auratnya kecuali
terhadap dua belas golongan laki-laki, yaitu sebagai berikut:[8]
a. Suaminya sendiri
b. Ayah, kakek dan seterusnya
c. Ayah suaminya (mertua laki-laki)
d. Anak, cucu kandung dan seterusnya
e. Anak suaminya
f. Saudara Kandungnya
g. Anak saudara kandungnya
h. Anak saudara perempuan kandungnya
i. Sesama wanita
j. Budaknya
k. Laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
kepada wanita
l. Anak kecil yang belum mengerti aurat wanita
Jadi
Islam mengajarkan bahwa wanita tidak boleh membuka auratnya di hadapan
laki-laki kecuali terhadap dua belas golongan yang telah disebutkan di atas,
yang dikategorikan mahram.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa zina adalah termasuk dosa yang besar
dan dilarag dalam Islam. Zina sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu: Zina
Ghairu Muhsan dan Zina Muhsan, hukuman bagi pelaku zina ghairu muhsan adalah
cambuk seratus kali dan kalau masih hidup diasingkan atau diusir selama satu
tahun. Sedangkan hukuman pelaku zina muhsan adalah rajam, yaitu dengan mengubur
badannya separuh dipersimpangan jalan kemudian dilempar batu sampai mati.
Orang
yang menuduh orang berbuat zina tanpa bukti dapat dikenakan dua hukuman,
pertama cambuk delapan puluh kali dan kedua, kesaksiannya dibatalkan sampai ia
bertaubat. Antisipasi agar orang tidak melakukan zina yaitu dengan menahan
pandangan dan memelihara kemaluan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka, 2015, Tafsir Al-Azhar Diperkaya
Dengan Pendekatan Sejarah, Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra Dan
Psikologi, (Depok: Gema Insani Press,),
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2016, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,)
Yusuf M. Kadar, 2013, TAFSIR AYAT AHKAM
Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum, ( Jakarta: AMZAH,)
[1] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2016), hlm. 365
[2] Kadar M. Yusuf, TAFSIR
AYAT AHKAM Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum, ( Jakarta: AMZAH, 2013), hlm.
298
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar diperkaya dengan pendekatan sejarah, sosiologi,
tasawuf,Ilmu kalam, sastra dan psikologi, (Depok: Gema Insani Press, 2015),
hlm. 281
0 komentar:
Posting Komentar